MOU baru Ekonomi Kreatif Indonesia-Inggris

Bekraf-Press-Con

Indonesia dapat belajar banyak dari Inggris terutama dalam bidang ekonomi kreatif. Ketika saya pergi ke Inggris pertama kali tahun 2013, pola pikir saya berubah. Dan sejak itu, setiap kali mengunjungi Inggris, pasti banyak hal baru yang bisa dipelajari.

Di bidang musik, salah satu sektor yang dimasukkan pemerintah ke kategori industri kreatif, Inggris adalah salah satu pemimpin paling terkemuka di dunia. Di dalam daftar laporan top 10 global recording artist tahun 2015 dari IFPI, artis Inggris sangat mendominasi. Ada 5 artis dari Inggris, 3 dari Amerika, dan 2 dari Kanada. Sementara itu, meski hanya berada di urutan ke 4 di bawah Amerika, Jepang, dan Jerman (sebagai perspektif, tiga negara tersebut punya penduduk lebih banyak) sebagai pasar musik terbesar di dunia, turisme musik di negara ini bisa menghasilkan £3.1 milyar atau sekitar Rp 60 trilyun di tahun 2014. Angka yang super fantastis.

Ada banyak Kota Musik di Inggris. Diantaranya Manchester, Bristol, Birmingham, Cardiff (Wales), Brighton & Hove, Dundee (Skotlandia), Bournemouth dan Nottingham. Di kota-kota tersebut, musisi dan bisnis musik dapat berkembang karena adanya kebijakan-kebijakan yang “ramah musik”. Dua kota lain juga bergabung dengan Unesco Creative Cities Network dalam kategori Kota Musik, yaitu Liverpool dan Glasgow (Skotlandia). Sementara itu menurut seorang venture capitalist Saul Klein, London adalah pasar musik live terbesar di dunia. Kalau ngecek Songkick, salah satu perusahaan listing live musik berbasis teknologi paling elit asal Inggris, memang ada 20-30 show, dari level konser kecil di club/bar hingga superstar yang manggung di stadion, terjadi setiap hari di ibukota berpenduduk 8,5 juta orang tersebut.

Kemarin siang, saya memenuhi undangan Adam Pushkin, Director Arts & Creative Industries British Council Indonesia, untuk mengikuti konferensi pers yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Bertempat di Coworkinc di wilayah Kemang, tujuan acara ini adalah mensosialisasikan rencana pemerintah Indonesia dan Inggris yang akan bersepakat untuk saling membantu mengembangkan industri kreatif di negara masing-masing. Ini bukan MOU pertama, sebelumnya kedua negara pernah menandatangani perjanjian serupa di periode pemerintahan lalu.

Sektor industri kreatif yang akan digarap kedua negara ada 16, dan yang baru masuk adalah sektor digital. Ada satu yang menarik soal sektor-sektor ini. Di MOU, disebut “sektor-sektor lain yang akan muncul dikemudian hari”. Menurut penjelasan Sally Goggin, Country Director British Council Indonesia, “Di industri kreatif, 5 tahun (masa berlaku MOU) adalah masa yang sangat panjang. Banyak yang bisa terjadi“.  Berkembangnya industri kreatif tidak lain salah satunya karena potensi kolaborasi antar sektor, yang berpotensi menciptakan sektor-sektor baru di industri kreatif di masa depan. Peluangnya tidak terbatas.

Intinya, kalau saya disuruh belajar mengembangkan musik dari Inggris, tentunya bahan tidak habis-habis. Mudah-mudahan lewat kerjasama yang lebih erat ini, lebih banyak lagi orang Indonesia yang bisa belajar dari Inggris (begitu pula sebaliknya), terutama di bidang musik.

Author: Robin

Jack of all trades living in SF Bay Area, California. Asian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *