Anda sangat beruntung jika disekolahkan di lingkungan mayoritas orang Tionghoa di era 80-90an. Mungkin sekarang sudah sedikit berubah, tapi jaman dulu hanya orang yang sekolah di lingkungan orang Cina yang tidak dicela jika punya “otak dagang”.
Padahal, sekarang kita sebagai bangsa menginginkan kewirausahaan sebagai pemecah masalah ekonomi. Dari mana kewirausahaan berasal? Silahkan berargumen menggunakan ilmu kewirausahaan paling spektakular, tapi secara alami, kewirausahaan berasal dari bakat atau otak dagang.
Bayangkan ilustrasi ini:
Ada 3 orang yang duduk di pesawat berdampingan. Tiba-tiba, seekor lalat terbang dan hinggap di pundak orang pertama, dia menepuknya. Lalat itu terbang dan hinggap di pundak orang kedua, dia juga menepuknya hingga lalat itu terbang dan hinggap di pundak orang ketiga. Orang ketiga menangkap lalat itu dan memakannya.
Tak lama, seekor lalat yang lain terbang dan hinggap di pundak orang pertama. Dia kembali menepuk lalat tersebut yang kemudian hinggap di pundak orang kedua. Oleh orang kedua, lalat itu ditangkap, dan langsung melihat ke arah orang ketiga sambil berkata, “Anda mau beli lalat?”.
Sikap orang kedua tidak diajarkan di sekolah manapun, tapi Anda bisa belajar dari lingkungan yang benar (termasuk lingkungan sekolah). Di sekolah negeri, biasanya orang yang mampu melihat peluang bisnis dituding sebagai orang yang punya otak dagang. Tudingan tersebut berkesan otak dagang itu negatif, atau sesuatu yang lucu. Padahal, otak dagang sama sekali tidak negatif dan sama sekali tidak lucu. Orang punya otak dagang itu bakat hebat dan harus dilestarikan. Jika Anda tidak punya otak dagang, jangan marah atau tertawa, tapi belajarlah dari mereka.
“Jadi apa saja, yang penting punya otak dagang!”
Saya ingat ketika memberitahu orang tua niat saya untuk menjadi musisi full-time. Waktu itu umur saya sekitar 20 tahun. Ayah saya yang bergelar PhD memaklumi, tapi tidak membantu. Karena beliau juga tidak tahu mau bantu bagaimana. Sementara itu Ibu saya malah menentang niat saya. Niat anak kok ditentang? Kalau memang bakat di bidang itu bagaimana? Walhasil saya tidak mendapat dukungan yang cukup dari lingkungan terdekat, yaitu lingkungan keluarga.
Padahal sebenarnya, ada yang mereka bisa lakukan. Yaitu mengajarkan saya berdagang, atau mengenalkan dengan seseorang yang punya otak dagang. Saya mengerti bahwa orang tua yang tidak punya latar belakang seni selalu takut kalau anaknya ingin jadi “seniman”. Padahal, seniman miskin itu adalah orang-orang yang membuat karya seni dan tidak bisa menjualnya. Tidak harus dia sendiri yang jual, tapi kalau punya otak dagang, dia akan tahu siapa yang bisa bantu menjualnya.
Mencoba memperbaiki kesalahan orang tua saya, tiap kali orang tua murid atau teman bertanya harapan saya dari anak, jawabannya selalu:
“Jadi apa aja terserah, yang penting punya otak dagang”.
Catatan:
Saya pernah berargumen dengan orang soal pendidikan anak. Orang-orang ini kemungkinan besar adalah mereka yang dulu suka mencela teman-temannya yang punya otak dagang. Kata mereka, pendidikan moral (baca: agama) adalah yang paling penting. Saya tidak setuju. Pendidikan tidak ada yang lebih penting, semua penting. Banyak orang miskin bermoral baik yang jadi maling, perampok atau koruptor. Pada dasarnya, mereka miskin karena tidak mengerti dagang. Mengajarkan anak berdagang tentunya tidak akan memecahkan semua masalah, tapi begitu pula dengan pendidikan moral. Tapi kemampuan berdagang, PASTI memecahkan masalah ekonomi.
saya amat setuju dengan anda, saya selalu berfikir juga seperti itu. yap karena orangtua saya selalu bilang yang penting agama kamu bagus, dan akhirnya saya belajar dari buku buku rasulullah. di situ rasulullah seorang pedagang dan otak dagang saya semakin canggih. hehehe