If you have something that you don’t want anyone to know, maybe you shouldn’t be doing it in the first place.
Begitu kata Eric Schmidt, Executive Chairman dari Google. Lebih jauh, Eric pernah mengeluarkan kelakar tidak lucu yang cenderung mengerikan:
Every young person one day will be entitled automatically to change his or her name on reaching adulthood in order to disown youthful hijinks stored on their friends’ social media sites.
Menurut logika ilmu komputer, apapun yang kamu lakukan, maka komputer akan mengingatnya. Tapi permasalahannya, orang kan bisa salah. Karena pada dasarnya orang itu bodoh (istilah lain dari tidak sempurna). Jadi tidak adil jika orang berbuat 1 kesalahan, dan orang tersebut akan dinilai berdasarkan kesalahan tersebut selamanya. Bahkan jika kesalahan tersebut diekspos oleh orang lain, seperti misalnya kasus gambar telanjang selebitis.
Selama bertahun-tahun saya sempat berpikir bahwa ini adalah kenyataan di era digital, hingga pagi ini saya baca publikasi di Techcrunch. Ternyata di Eropa, orang “berhak untuk dilupakan” di hasil pencarian Google. Bahkan sekarang mereka, lewat regulator proteksi data, meminta hak tersebut juga diberikan di domain Google.com, bukan hanya di domain-domain Google di Eropa.
Mengapa Google yang diserang oleh Eropa? Ya ini langkah logis, karena search engine yang punya cita-cita menjadi pengelola informasi di seluruh dunia itu adalah website yang sangat dominan untuk orang Eropa melakukan pencarian informasi. Jadi logikanya ketika orang tidak bisa menemukan informasi lewat Google, maka informasi tersebut seolah “hilang” dan terlupakan.
Saya tidak melihat apa salahnya jika ada orang yang ingin dilupakan. Ini konteksnya kan dilupakan di hasil pencarian Google, bukan di Internet. Mungkin yang lebih penting adalah prosedur permintaan untuk dilupakannya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejauh ini, memang baru Eropa yang berani melawan Google! 🙂