Beberapa hari yang lalu ketika membuka LinkedIn, saya menemukan berita gembira. Berita tersebut sebenarnya sudah ditunggu, karena saya memang mendaftar beberapa Minggu lalu ketika LinkedIn membuka Publisher Program nya.
Sedikit catatan, menurut post Techcrunch tanggal 19 Februari, program ini akan dibuka untuk semua member. Tapi, akan dimulai dengan 25.000 user berbahasa Inggris dulu. Sesudah itu, diharapkan terbuka untuk umum dalam 2 bulan (terhitung sejak 19 Februari). Seingat saya, waktu mendaftar saya menyebut bahwa saya akan membuat konten berbahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris. Tapi tanggal 12 Maret saya sudah mendapat undangannya. Ya sudah mungkin dipercepat, atau mungkin saya lolos begitu saja.
Mulai dengan Mengapa
Pertanyaan:
- Mengapa saya mendaftar?
- Jika memang ingin berpartisipasi dalam program ini, mengapa tidak menunggu nanti?
Begini.
Tanpa pekerjaan tambahan pun saya sudah sibuk. Tapi, mempublikasikan tulisan di LinkedIn rasanya tentu berbeda dengan tempat lain. Disana bukan sekadar tempat mencari teman, tapi mencari koneksi (teman atau bukan teman) yang hubungannya bisa mengembangkan peluang bisnis. Jadi, harapannya bukan lingkaran dalam saja yang akan membaca tulisan saya disana.
Soal impact, saya belum tahu karena belum melihat hasilnya. Tapi seharusnya, artikel yang saya tulis disana akan ‘tied’ dengan profil profesional. Jika saya menulis sebuah topik yang bernilai, tentunya akan meningkatkan kemungkinan mendapat peluang pengembangan bisnis dari situ dong. Simple math. On lighter note, bahasa Sunda-nya ini bisa ngawawa’as, atau membuat kesan pemilik profil itu lebih hebat lagi (nothing is wrong with that anyway).
Juga, jika topik yang saya tulis adalah sesuatu yang saya sukai, ya kenapa tidak.
It’s worth a shot.
Menjawab pertanyaan kedua, I want to be there before everyone does. Standar ke-hipster-an.
Posting Perdana
Karena baru diterima, saya mendapat semangat baru. Saya pun langsung mencari ide posting. Tapi karena sebelumnya saya mengikuti beberapa Influencer, saya malah jadi bingung. Yang mereka post isinya selalu ‘berat’. Lagipula, ini bukan Twitter yang bernorma nyampah terserah bebek. Boleh aja sih mau nyampah juga, tapi ngapain musti disana kan nyampah di Twitter lebih mudah?
Kalo kata Thomas Gray, Ignorance is bliss. Atau dengan kata lain, mending ga tau aja sekalian jadi cuek.
Akhirnya saya mencoba cuek dan menulis sebuah post. Judul dapat, paragraf pembuka dapat. Beberapa paragraf kemudian… Ah shite. Nanti dulu deh. Saya tinggal beberapa jam. Saya buka lagi… Yang sudah ditulis dibaca lagi… Ah shite… Hapus 1-2 paragraf. Tulis 1-2 paragraf terus saya tinggal lagi karena mentok. Keesokan harinya dibuka lagi, hmm… seharusnya yang saya baca bukan yang seharusnya saya tulis.
Akhirnya saya tinggal begitu saja… Hingga kemarin siang, akhirnya saya memutuskan untuk mendaur ulang artikel dari blog ini untuk posting perdana di LinkedIn.
Memang tak sempurna dan tak ideal. Tapi yang saya butuhkan sekarang adalah memecahkan bisul. Beberapa post lagi disana saya akan jadi terbiasa dan menemukan apa yang disebut dengan blogging groove. Setelah itu biasanya lebih lancar dan secara rutin saya bisa bilang “more to come”.
Jadi… Akhirnya. Inilah posting perdana saya di LinkedIn Publisher Program: “Unresolved: Memajukan Industri Musik dengan Memecahkan Berbagai Masalah Kecil“.
Semoga bisa berguna untuk koneksi saya disana. Jika tidak, at least:
- Bisul yang mengganggu sudah pecah.
- Berpikir soal yang berhubungan dengan musik adalah sesuatu yang saya passionate about. Jadi jika tidak membawa saya kemanapun I’ll still do it.
Jika Anda tertarik untuk ikut program LinkedIn Publisher Program, Anda bisa menunggu diundang atau mendaftar lewat link ini.
Have a great day! m/