Kenapa visa bisa ditolak? Kata Jakarta Globe (among other things):
He (band manager Robby Wahyudi) explains that the band collectively applied for B1/B2 visa, as suggested by their contacts at SXSW, which is mostly given for regular tourists, visitors, and those with business matters. Since the band would not be paid for their performance at SXSW (they had to pay for registration, as most younger bands do at the festival), management felt this was the best way.
The embassy, on the other hand, told the band that they should have registered for a P1 visa, which is given to those who are visiting for performance purposes (the band and management insists that the P1 is meant for paid performers).
Perhaps lack of experience affected the band’s preparation or it is simply bad luck, but it does add an ironic twist to the band’s fund-raising gigs. The most recent one was held a week ago at the American cultural center @america (which is connected with the American Embassy in Indonesia) and was well-covered by the media.
Selain ngurus visa ke negara barat itu memang bangsat najis, keterangan diatas pretty much self-explanatory.
Anda yang pernah membawa band pergi ke luar negeri mengerti:
- Bagaimana sulitnya menghadapi birokrasi di bagian imigrasi dan agensi tempat membuat Visa. Apalagi Visa ke negara Barat.
- Bagaimana sulitnya mencari dana, jika tidak diberi dana oleh penyelenggara.
- Bagaimana terbatasnya waktu untuk mengurusi segala keperluan.
- Pemerintah Indonesia tidak bisa banyak membantu.
Been there done that.
Bulan Juni 2013, saya ke London, UK dengan Burgerkill untuk menghadiri pemberian award di Golden Gods 2013, Burgerkill menang di kategori “Metal As F*ck”.
Beberapa bulan sebelum pergi, Metal Hammer mengundang Burgerkill untuk menghadiri malam penghargaan. Masalahnya:
- Burgerkill, seperti Sigmun, tidak punya dana yang cukup. Panitia penyelenggara membantu, tapi tidak menutupi semua pengeluaran. Jadi kami harus cari dana tambahan (yang cukup banyak).
- Membuat Visa ke negara barat itu tricky. Butuh pengalaman. Celaka nya tidak ada satupun dari kami yang mengerti apa yang sedang kami hadapi.
- Waktu mepet.
Jadi, waktu itu kami menyimpulkan 1 hal, bahwa kami butuh bantuan sebanyak mungkin dari semua pihak yang bisa membantu. Kami kontak semua pihak yang mungkin relevan dan bisa membantu. Walhasil, kami berhasil membuat banyak pihak sibuk:
- Kemenparekraf. Dibantu oleh David dari Demajors, dan Adib Hidayat dari Rolling Stone, Gustaff Hariman dari Common Room, kami disambungkan dengan pihak yang sering berurusan dengan Kementrian. Tujuannya adalah mendapat surat rekomendasi dari Kementrian.
- Team Rock (Penyelenggara). Mereka memberikan surat undangan, bahkan mau menawarkan berbagai kompensasi kepada sponsor (dari pihak Burgerkill) yang mau membantu.
- Agensi Imigrasi di UK. Kami dibantu oleh Penyelenggara, untuk mendapat surat undangan dan rekomendasi, dari agensi imigrasi di UK. Agensi ini biasa membantu pihak-pihak dari industri kreatif yang bertujuan mengunjungi ke Inggris.
- British Council Indonesia. Kami dibantu oleh teman lama saya di British Council, dan disambungkan dengan staff senior yang sudah biasa membantu orang-orang lulusan IYCEY.
- Lawless Jakarta. Kami dibantu teman (siapa lagi) untuk mendapat dana.
- Cerahati Digital Media. Lagi-lagi teman, yang kebetulan juga partner bisnis saya.
- Banyak lagi yang lain. Sori ga kesebut. (Kalau inget, saya update post ini).
Singkat cerita… akhirnya kami lolos dari lubang jarum di detik-detik terakhir:
- Undangan dan Surat Rekomendasi keluar semua.
- Dana dapat lengkap. Di minggu terakhir sebelum berangkat. Untung masih dapet tiket pesawat.
- Visa akhirnya keluar… Di hari keberangkatan.
Hampirrrrrrrrrrrrrr. Fuck.
Pelajaran:
- Ngurus yang beginian waktunya selalu mepet. Miss sedikit, blarrr… bisa gagal semuanya. Pastikan jangan buang waktu.
- Minta bantu dari banyak pihak. Tapi ketika bingung, harus berani ambil keputusan. Jangan sampai ngambang. Kata kunci: jangan gengsi minta tolong tapi juga harus tegas.
- Teman adalah utusan dari surga.
0 thoughts on “Membawa Band Ke Luar Negeri Menembus Birokrasi”