Penjualan musik rekaman global di tahun 2013 mencapai $15 milliar, dan 5 negara mendominasi penjualan tersebut. Meski tidak ada informasi yang menyebutkan berapa presentasi ke 5 negara tersebut, tapi moderator panel, Chris Cooke dari CMU menyimpulkan bahwa berturut-turut Amerika, Jepang, Jerman, Inggris dan Perancis merupakan pasar rekaman musik terbesar di dunia. Panel diskusi yang berjudul “A Market-by Market Guide to Digital in 2014” tersebut saya ikuti di hari keenam kunjungan singkat saya ke pusat musik baru di Eropa, The Great Escape festival dan convention. Narasumber diskusi adalah Adrian Pope dari PIAS dan David Gould dari Sony Music UK.
Gambaran Umum Pasar Global
Secara umum, penjualan Compact Disc tetap diharapkan menjadi cash cow di industri. Orang masih banyak yang takut bahwa digital akan membunuh penjualan CD. Padahal, pada kenyataannya penjualan CD tetap turun, menuju kematian. Tentunya, pebisnis ingin selalu mempertahankan sumber penghasilannya. Tapi jika jaman berubah, tuntutan bagi pengelola bisnis adalah mereka yang harus menyesuaikan diri dengan jaman. Bukan jaman yang diminta menyesuaikan diri dengan mereka.
Saat ini banyak perusahaan rekaman yang sudah mulai berkolaborasi dengan start-up di bidang teknologi. Harapan dari kolaborasi ini adalah untuk membuat produk baru dari musik yang dicampur dengan penggunaan teknologi. Jadi, banyak label sudah tidak mau menunggu lagi kejutan dari sektor teknologi, tetapi mereka sekarang mau berinisiatif untuk mengembangkan produk musik.
Tidak seperti dulu, layanan streaming sudah mendapat dukungan penuh dari label rekaman dengan katalog besar. Malah, layanan streaming sekarang berkembang sangat pesat, terutama di daratan Eropa.
Sementara itu, meski pertumbuhannya stagnan, iTunes tetap menjadi “the biggest single digital service” di dunia. Secara khusus iTunes dikabarkan sudah merasa sangat gerah karena tidak bisa tumbuh lagi di negara-negara yang industri musiknya kuat.
Pertanyaan esensial yang keluar sekarang adalah, “Apakah kita sedang memasuki the streaming age?”. Banyak informasi berseliweran. Tapi record sales masih banyak sekali dari CD, sehingga masih menjadi sumber yang sangat penting. Download juga masih sangat penting sebagai bagian dari penghasilan. Jadi, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Dari sudut pengusaha rekaman musik, penghasilan dari streaming sangat terbatas. Karena penggunanya juga masih terbatas.
Perdebatan
Isu yang paling banyak diperdebatkan saat ini di pasar rekaman musik adalah:
- Sharing revenue dari digital musik antara label dan artis. Banyak artis menuntut agar pembagian berbeda. Pembagian setidaknya 50-50.
- Format: Download atau Stream? Ownership atau Access? Subscription atau A La Carte? Subcription atau Ads? (buat saya sih, semua kalo bisa. Mengerti masing-masing model menjadi kunci kesuksesan).
- YouTube adalah kekhawatiran besar untuk label. Karena orang, terutama generasi penggemar musik yang lebih muda jadi terbiasa menikmati musik gratis. Sementara itu royalti yang dibayarkan sangat sedikit.
- Pandora tidak berhasil di Eropa, tidak seperti di Amerika. Sementara itu Spotify adalah market leader untuk layanan musik streaming. Diikuti Deezer.
- Medium utama? Mobile!
- Karena nature dari distribusi konten digital itu global, maka yang diperlukan sekarang adalah global licensing. Collecting management jadi tidak efektif dan banyak yang melakukan negosiasi langsung dengan content rights owner. Salah satu pihak yang pertama mendorong perlunya global licensing adalah iTunes.
Setelah Chris memberikan gambaran umum di atas, Adrian dan David naik ke panggung mulai membahas apa yang terjadi di tiap-tiap pasar.
Amerika
Pasar rekaman musik terbesar di dunia hingga saat ini adalah Amerika Serikat. Di pasar ini, meski pertumbuhan di tahun 2013 turun 1%, peran iTunes tidak bisa diremehkan. Begitu pula YouTube yang saaaaaaaaangat sukses!
Berbeda dengan banyak pasar di Eropa, konsumen musik di Amerika masih memilih digital download. Layanan streaming belum take off di sini. Banyak pihak malah mendefinisikan streaming adalah ‘European thing” dan download adalah “American thing”. Meski menurut pendapat saya pribadi, seharusnya tidak, kita masih harus menunggu apa yang terjadi di beberapa tahun ke depan di kedua pasar tersebut.
Tapi yang paling penting sebenarnya adalah kenyataan bahwa channel digital mampu menyediakan lagu lebih banyak kepada konsumen yang lebih banyak pula. Jadi baik download maupun streaming, untuk pemilik konten seharusnya tidak memilih. Apa saja. Saat ini, untuk mengadopsi musik di digital masih terlalu banyak halangan. Label masih ragu, pengguna belum banyak. Tapi menurut Adrian, yang sering luput dari perhatian adalah mendidik pasar. Kemudian tak kalah penting adalah bagaimana agar pasar bisa mengkonsumsi musik digital tanpa dipersulit.
Kue pie yang disebut sebagai sumber penghasilan musik semakin membesar, tugas pebisnis musik adalah mencari cara untuk memperbesar kue, bukan hanya fokus di potongan tertentu saja. Saat ini, kita belum sampai di era semua orang bisa mendapat all access di sektor digital. Ketika kita tiba di sana nanti, konsumsi musik akan meledak. Tapi ujungnya, yang paling penting adalah user-experience.
Mendidik pasar itu penting. Contohnya dengan mengajarkan apa itu streaming musik? Apa keuntungannya untuk pengguna? Hingga suatu hari mereka benar-benar suka dan merasa diuntungkan dengan berlangganan streaming musik. Satu lagi income besar di pasar Amerika adalah sponsorship dari brand.
Beberapa model bisnis di Amerika menurut saya bisa diterapkan di Indonesia. Yang paling menarik dan dekat (karena saya juga memiliki dan mengelola bisnis di industri advertising), adalah sponsorship dari brand.
Jepang
Meskipun penjualan musik tahun lalu dilaporkan turun, negara Asia ini masih menjadi pasar musik rekaman terbesar kedua di dunia. Yang menjadi primadona di Jepang sekarang ini adalah “localised content”, yaitu J-Pop.
Ketika David diminta memberikan kesimpulan mengapa pasar musik di Jepang begitu besar, jawabannya singkat, “In Japan, the ecosystem is right!”. Wah, panjang ini pemahamannya! Tapi jika misalnya dibandingkan dengan Indonesia, yang tidak punya UU Hak Cipta yang relevan (UU terakhir adalah tahun 2002, sudah sangat tidak relevan), sementara itu UU tersebut adalah yang paling mendasar di industri musik, maka ekosistem di Indonesia itu parah jeleknya. Jika dibandingkan dengan negara dengan pasar musik besar lainnya, masih ada format tertentu yang menjadi idola, misalnya iTunes menjadi idola di Amerika, Amazon MP3 menjadi idola di Jerman. Sementara itu di Jepang semua format berjalan penjualannya.
Jerman
Pasar ke-3 terbesar adalah Jerman. Di sana, musik streaming agak bermasalah karena lisensi. Saya mencoba mencari informasi lebih jauh tentang ini, tapi tidak berhasil. Meskipun demikian, David maupun Adrian meramalkan bahwa streaming akan menyusul download. Karena secara teknis, streaming itu lebih natural daripada download. Yang pasti perpindahan ke era digital belum secepat seperti di Inggris dan Amerika. Digital download di sana masih sangat kencang, terutama iTunes dan Amazon.
Meski pasar di Jerman lebih suka musik mainstream, tapi musik lokal di Jerman juga sangat kuat. Salah satu yang bikin Jerman sukses di digital ya karena kemudahan akses (internet cepat, model pembayaran mudah, dsb).
Menurut Asosiasi Industri Musik Federal di Jerman (BVMI), pasar Jerman masih membeli CD lebih banyak dibanding pasar di negara-negara di Eropa. Tahun lalu, penjualan CD adalah 2/3 dari total penjualan musik di sana. Bahkan naik 1.2% di tahun 2013 setelah 15 tahun turun terus tahun ke tahun.
Bagaimana jika dibandingkan dengan Indonesia? Pasar digital masih sangat baru. Menkominfo saja masih menanyakan mengapa rakyat butuh koneksi internet cepat? (what a dumb question). Pemain digital global yang masuk ke Indonesia baru iTunes, Deezer, Rdio, Nokia (Microsoft) dan Guvera. Perjalanan masih panjang dan sangat menarik.
Inggris
Meski terdengar dan terasa lebih semarak, Inggris masih di bawah Jerman di Eropa dan merupakan pasar musik rekaman terbesar ke-4 di dunia. Masalah di Inggris adalah orangnya cuek dan arogan. Mereka tidak mau berinisiatif untuk menemui orang dan menerangkan apa itu streaming, apa itu Spotify.
Kedua narasumber mengiyakan bahwa pertumbuhan pasar di Inggris bagus, tapi masih bisa lebih kencang lagi, karena banyak pasar dan produk yang belum tergarap. Mendengar tanggapan narasumber tadi, bulu kuduk saya berdiri karena membayangkan keadaan di Indonesia. Di Inggris saja masih banyak pasar dan produk yang belum tergarap, jadi industrinya masih bisa lebih menghasilkan lagi. Apalagi di Indonesia? Di sini kita belum melakukan apa-apa. Peluang masih sangat banyak.
Di Inggris, orang sudah mau membeli aplikasi di App Store dan Google Play. Pasar aplikasi sangat besar di sana. Sekarang, bagaimana caranya pemasar mengajak dan meyakinkan semakin banyak orang Inggris mau ke toko musik digital.
Perancis
Meski 60% market di sana adalah pembeli fisikal untuk produk Sony, kedua narasumber sepakat untuk mengkategorikan Perancis sebagai salah satu pasar yang akan dikuasai oleh streaming. Deezer adalah pionir dan mengenalkan streaming ke orang Perancis. Saat ini pengguna Deezer di Perancis sudah mencapai lebih dari 5 juta orang. Nokia Comes With Music berjalan dengan baik (sekarang jadi Microsoft Mix Radio). Bundling dengan telco dirasa terlalu rumit untuk pengguna.
Soal bundling dengan telco menurut saya sama persis dengan yang terjadi di Indonesia. Kenapa sih produk telco itu musti rumit dan sulit dimengerti?
Negara dengan Pasar yang sedang berkembang
Meski kedua pemasar ini sangat menguasai pasar-pasar terbesar di dunia, dan selama ini mendapat penghasilan paling besar dari kelima negara di atas, mereka juga sudah memiliki visi, pasar mana saja yang menarik di garap di masa depan.
Yang mendapat perhatian khusus adalah negara berkemang. Di Amerika Latin yang disebut memiliki potensi adalah Brasil dan Meksiko. Australia juga pasar yang sangat menarik. Sementara itu Afrika Selatan pasar musik rekaman juga besar dan sangat menarik untuk Sony. Wilayah Eropa bagian timur juga memiliki potensi tinggi dan belum digarap dengan serius. Sementara itu Indonesia? Salah satu narasumber mengatakan negara kita sangat menarik, masalahnya mereka tidak punya akses. Ehem… Selesai diskusi saya langsung mengampiri mereka, mengenalkan diri dan memberikan kartu nama.
Pelajaran
Banyak pelajaran penting dari diskusi yang saya rekap di atas. Tapi ada 3 perkara yang esensial untuk dipahami dan menjadi titik tolak pengembangan industri musik di Indonesia:
- Di semua wilayah, termasuk Indonesia, tidak mungkin pebisnis musik hanya bertumpu pada digital. Jadi orang yang mengatakan digital adalah masa depan itu benar, tapi sangat generik. Yang penting dimengerti adalah bagaimana pebisnis musik menemukan model bisnis yang sustainable, yang didukung dengan tersedianya layanan streaming atau download yang mudah di akses.
- Semua pasar, kecuali Amerika, memiliki penduduk yang tidak besar dibanding Indonesia. Tapi dengan ekosistem yang baik, bisnis musik bisa menghasilkan banyak uang di sana. Indonesia memiliki potensi besar. Tapi namanya potensi, hanya akan menjadi potensi saja jika tidak digarap dengan serius. Yang pertama harus menggarap serius adalah pebisnis dari Indonesia sendiri. Ayo!
- Mendidik pasar itu esensial untuk memberitahu benefit dari setiap format. Jika penggemar membeli format CD maka dia akan mendapat kualitas audio terbaik di sejarah peradaban manusia, jika streaming dia bisa mendapat akses tak terbatas, dan seterusnya. Sehingga pasar mengerti apa yang mereka dapatkan. Seperti semua orang bijak bilang, user experience is key. Dengan memberikan pengalaman terbaik, maka Anda akan mendapat yang terbaik pula dari penggemar.
0 thoughts on “Mempelajari 5 Pasar Musik Digital Terbesar”