Karena saya sedang menulis ini, saya jadi ingat waktu mendirikan Puppen. Mimpi saya dan teman-teman waktu itu sederhana, kami hanya ingin punya band yang dikelola dengan serius. Karena waktu itu semua orang yang main musik di lingkungan saya ya hanya ingin segitu saja. Jadi untuk standar awal 90-an punya band yang pengelolaannya serius adalah sebuah cita-cita yang luhur. Waktu itu kelompok musik yang dikelola serius hanya mereka yang memainkan musik populer saja. Dengan pengertian, mereka yang punya produk rekaman dengan distribusi luas lewat major label.
Setelah main band beberapa lama, saya kok seperti melihat peluang untuk bisa pergi ke luar negeri. Akhirnya saya pernah memiliki mimpi untuk “go internasional”, begitu bagaimana band yang diundang tampil di luar negeri biasa disebut di era awal 90-an. Dan ketika saya saya berani mengucapkan mimpi tersebut, saya malah ditertawakan. Saya ingat bagaimana kejadiannya dan saya ceritakan detilnya ke buku yang sedang saya tulis. Tapi waktu itu, meski sangat kecewa, saya memang hanya diam tidak melawan.
Hingga, suatu hari dua puluh tahun kemudian saya pergi ke London menemani Eben dan Vicky dari Burgerkill untuk menghadiri penghargaan Golden Gods Award 2013. Waktu itu di O2 Arena London, tempat berlangsungnya acara, Burgerkill dinobatkan langsung oleh Dom Lawson di depan 2500-an penonton dan musisi-musisi lainnya. Musisi yang hadir dan menerima award bukan musisi main-main. Ada Tony Iommi dari Black Sabbath, Motorhead, Jason Newsted, Paradise Lost, Coal Chamber. Ada juga pembawa acara Devin Townsend dan Duff McKagan.
Ketika saya diminta untuk membantu menulis speech Eben di atas panggung, saya mulai dengan kalimat:
“We flew 10.000 miles from Indonesia not knowing what to expect…”
Burgerkill, band dari pelosok Bandung, berada di 1 panggung dengan band-band itu. Selama puluhan tahun, tidak ada yang berani bermimpi untuk menjadi Eben dan Vicky malam itu. Jadi sejak pertama mendengar Burgerkill mendapat award, hingga tiba di O2 Arena, kami memang tidak tahu apa yang sedang kami hadapi dan apa yang kami harapkan.
Meski dengan lingkungan yang relatif tidak mendukung musisi Indonesia untuk berkembang hingga dikenal di luar negeri, tetap ada celah-celah peluang yang tetap bisa digunakan. Buktinya tahun ini, Godless Symptoms, band metal lain dari Indonesia masuk nominasi Golden Gods 2014.
Apakah ini pertanda band Indonesia mulai dikenal di luar negeri? Mungkin. Mungkin juga tidak, tergantung kita sendiri. Tapi lewat pengalaman pribadi saya menjalankan Musikator yang berurusan langsung dengan toko musik global sih musik independen Indonesia memang mulai diperhitungkan.
Intinya, sekarang jalannya sudah ada. Jadi jika kamu mulai main band hari ini, mimpinya jangan tanggung. Karena mungkin kamu akan berhasil mencapainya. Jika teman kamu punya band, kamu juga bisa punya peran. Dukung mimpi mereka!
0 thoughts on “Mimpi itu Tidak Ada Batasnya”