Konferensi adalah event yang sangat penting dalam proses belajar membangun ekosistem musik. Sayangnya kita di Indonesia belum merasakan pentingnya memiliki event diskusi mumpuni yang dilaksanakan secara reguler. Penyebabnya bisa karena tidak mengerti, tapi bisa juga tidak perduli. Dengan sikap standar, “Ah jangan banyak teori”, orang Indonesia seringkali meremehkan pengaruh dari belajar lewat diskusi.
Menjadi Negara Produsen Musik
Jika berkesempatan ke luar negeri, orang Indonesia lebih cenderung nonton konser atau menghadiri festival. Di sana kita hanya bisa terkagum-kagum melihat pengelolaan, megahnya panggung, lampu dan sound system, betapa glamornya rockstar dan hal-hal yang bersifat permukaan. Mental kita adalah mental konsumen, karena memang lebih mudah menjadi konsumen saja. Padahal dengan sumber daya sebanyak yang kita miliki, seharusnya kita juga bisa menjadi produsen yang memiliki daya saing.
Untuk menjadi produsen, berarti kita harus mau belajar apa yang ada di “belakang layar”. Sebuah album rekaman sukses atau konser yang mampu mengubah hidup banyak orang hanya produk akhir dari sebuah proses penting, yaitu perencanaan dan strategi yang panjang. Proses tersebut malah terjadi sebelum dan sesudah album rekaman tersebut rilis. Biasanya, konferensi mempelajari proses itu, dengan menghadirkan pembicara yang relevan pengalaman dan keilmuannya. Mereka diundang untuk mempertanyakan teori, membahas studi kasus, dan mencari penyebab mengapa sebuah fenomena bisa terjadi.
Cepat atau lambat, kita di Indonesia harus mulai membuat konferensi musik yang mumpuni. Karena letih menunggu, akhirnya saya nekat buat sendiri. Ternyata rencana tersebut disambut oleh pihak-pihak yang mengerti pentingnya ada konferensi di bidang musik. Awalnya muluk, ingin membuat konferensi, sekaligus festival, hackathon dan banyak lagi gagasan lain. Tapi sebenarnya yang urgensinya tinggi adalah acara konferensi itu sendiri. Karena sumber daya pengelola yang sangat terbatas, akhirnya saya memutuskan untuk menjalankan konferensi saja.
Untungnya, Bandung sedang terus berbenah untuk menindaklanjuti diakuinya kota paling besar yang berdekatan dengan Jakarta ini sebagai City of Design dan resmi masuk ke jaringan Unesco Creative City Network sejak Desember 2015. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memiliki acara berskala internasional di sektor kreatif lain selain disain. Gayung pun bersambut, Pemerintah Kota Bandung berkomitmen untuk membiayai sepenuhnya acara konferensi ini.
Mengapa Konferensi untuk Musik Independen?
Musik Independen adalah salah satu “ekspor” budaya anak muda terbesar dari Bandung sejak 90-an. Lewat fenomena ini, banyak anak muda Bandung jadi dikenal ke seluruh pelosok nusantara. Pengaruhnya besar dan tidak terbatas hanya musik, tapi juga sektor kreatif lain seperti fashion dan tentunya, disain. Ini terpancar pada banyaknya merchandise band dan banyaknya disain yang terbit untuk kegiatan musik seperti flyer, poster, banner dan lain sebagainya. Jika saya mengadakan konferensi musik di kota lain, mungkin beda cerita. Tapi di Bandung, komunitas-komunitas musik independen terbukti lebih relevan dengan anak muda daripada komunitas musik lain. Dan anak muda adalah masa depan. Jika ingin membangun, maka bangunlah anak muda.
Selain itu, salah satu indikator majunya sebuah ekosistem musik adalah kuatnya sektor musik independen. Mengapa? Karena sektor ini dipenuhi oleh musisi pemula hingg amatir. Dan jika sektor ini dibenahi dengan serius dengan menggunakan perencanaan dan disain, maka impact terhadap industri musik dan industri terkait lainnya akan sangat besar. Karena musisi pemula hingga amatir yang memiliki mental musisi independen, selain jumlahnya lebih banyak daripada musisi profesional, juga berhubungan dengan lebih banyak sub-sektor kreatif lain.
Yang perlu dibenahi oleh regulator atau pemerintah sebenarnya adalah sektor ini. Karena sektor ini yang punya peluang lebih besar untuk menjamin kesinambungan ekosistem musik. Dan pemerintah sangat berkepentingan dalam memastikan hal tersebut terjadi.
Jadi rasanya, paling pas jika konferensi musik pertama di Indonesia dibuat khusus untuk sektor musik independen. Karena seperti biasa, sektor ini memiliki budaya berpikir yang lebih terbuka, lebih kreatif dalam memecahkan masalah, dan memiliki sistem yang lebih luwes, sehingga seringkali menjadi pionir di industri musik.
Ada ada di Independent Music Conference 2016?
Tersambung dengan latar belakang di atas, saya menyusun detil acara Independent Music Conference (IMC 2016) sebagai berikut:
- IMC 2016 memilih tema “New Music Ecosystem“.
- Pembicara didatangkan dari 5 negara dan dipilih karena latar belakang teori dan praktek yang beragam, sesuai dengan kebutuhan diskusi.
- Diskusi akan dibagi menjadi 5 panel, yang masing-masing memiliki moderator dari bidang yang relevan.
- Ke 5 panel tersebut akan fokus membicarakan topik: Musik di Kota Kreatif, Pendidikan Musik, Infrastruktur Musik, Networking dan Pengembangan yang berkesinambungan.
- Untuk mengikuti acara ini tidak dipungut biaya, tapi perlu mendaftar dan berkomitmen untuk menyumbang pemikiran. Tempat duduk terbatas hanya 100 orang.
- Hasil dari konferensi ini diharapkan menjadi catatan bagi pemerintah Kota Bandung untuk mengembangkan ekosistem musik di masa depan.
- Detil lain bisa dilihat di website resmi www.imconf.com.
Semoga konferensi ini bisa memberi manfaat yang tepat bagi yang membutuhkan.
Let’s do this! \m/