Di Net Audio Festival weekend kemarin, ada peserta diskusi yang bertanya, “Bagaimana masa depan industri musik?”. Saya menjawab bahwa yang pasti digital musik bukanlah masa depan itu sendiri, tapi akan menjadi kendaraan yang sangat efektif untuk membawa kita ke masa depan.
Untuk mengerti (juga setuju/tidak setuju) mengapa saya jawab begitu, saya punya cerita…
Tentang Penggunaan Digital Music
Kamu yang mengenal saya, atau mengikuti saya lewat blog ini dan media sosial (@lowrobb), pasti sudah tahu bahwa saya pengguna Spotify. Bahkan lebih dari itu, sekarang Spotify menjadi satu-satunya sumber saya menemukan dan mendengarkan musik. Sejak saya menggunakan Spotify, saya jadi lebih banyak mendengarkan musik.
Mengapa?
Ada banyak cara untuk menemukan artis dan lagu di Spotify, salah satunya adalah dengan cara follow sebuah playlist. Saya follow lebih dari 20 playlist, sebagai contoh, 2 diantaranya adalah Your Favorite Coffeehouse dan Weekend Hangouts. Selama ini, karena budget terbatas, saya hanya akan mengeluarkan uang untuk membeli album musik metal. Dan hanya beli genre di luar metal jika benar-benar istimewa. Jadi sebelum ada Spotify kemungkinan besar saya tidak akan mendengarkan lagu-lagu yang ada di kedua playlist tersebut, karena saya tidak mendengarkan radio.
Tapi karena saya sudah bayar langganan bulanan Spotify account Amerika sebesar $10 sebulan, maka ya saya dengarkan saja apa yang saya bisa dengar di sana. Pilihannya konon ada lebih dari 20 juta lagu, dan ada tambahan 20 ribu lagu setiap harinya. Walhasil saya jadi mendengarkan musik lebih banyak daripada sebelum ada Spotify. Karena sekarang, saya juga mendengarkan lagu-lagu yang CD-nya selama tidak pernah dan tidak akan pernah saya beli (bahkan file dari illegal file sharer-nya juga tidak akan saya download).
Pada kunjungan ke London terakhir kali, saya nonton konser In Flames. Tapi sebenarnya ada lagi 1 artis yang tadinya saya ingin tonton di sana, yaitu Ed Sheeran. Kebetulan, saat itu dia ada 2 hari show di O2 Arena. Dari mana saya tahu Ed Sheeran? Dari kedua playlist yang saya follow di atas. Karena lagu dia banyak banget masuk playlist, mungkin saya hafal atau setidaknya mengenali hampir semua lagunya. Jadi kalau tiba-tiba nonton, kemungkinan besar saya bisa menyanyikan atau setidaknya bersenandung hampir semua lagunya. Sayangnya saya tidak jadi nonton karena ternyata waktunya bentrok dengan Techcrunch Disrupt, yang harga tiketnya lebih mahal dan lebih relevan dengan pekerjaan saya. Tapi jika jadi nonton, ini tidak akan terjadi jika tidak ada Spotify.
Masa Depan Industri Musik
Skenario di atas adalah skenario kasar masa depan industri musik:
1. Musik yang tersedia semakin banyak dan berada di 1 tempat yang mudah ditemukan.
2. Orang jadi bisa semakin banyak mengkonsumsi musik.
3. Semakin banyak musik yang dikonsumsi, maka semakin besar kemungkinan orang untuk membeli merchandise, nonton konser, dan mengkonsumsi produk berbasis musik lainnya.
Kita sedang menuju sebuah era di mana musik diciptakan, diproduksi, disebarkan dan dinikmati paling banyak dalam sejarah manusia. Dan kegiatan industri yang sangat besar tersebut yang akan membentuk masa depan. Dan penggunaan kanal digital mendorong kita untuk mencapai era tersebut. Saya bisa salah, tapi setidaknya banyak yang trend mengarah kesitu dan potensi penghasilan musisi bisa jauh lebih besar dari sebelumnya.
Jadi saat kamu melihat saya begitu getol mempromosikan konsumsi musik lewat kanal digital, ya bukan hanya karena saya pengguna. Tapi konsumsi digital akan membentuk masa depan industri musik yang sangat menggairahkan: yaitu terjadi dalam skala lebih besar, lebih banyak, dan lebih cepat.
One thought on “Musik Digital Bukan Masa Depan Industri Musik”